Sabtu, 20 Oktober 2012

(BUKAN ) PEREMPUAN SEMPURNA

Saya akan  langsung mendebat jika ada yang bilang " Perempuan itu dibilang sempurna, kalau sudah merasakan hamil dan punya anak ". Ya, saya memiliki sahabat-sahabat istimewa yang bisa mematahkan mitos itu. 
Mereka memiliki bayi yang begitu lucu. Bukan ! bukan bayi yang didapatkannya karena hamil dan secara otomatis ia akan menyandang predikat ' ibu '. Tetapi karena ijin NYA, sahabat-sahabat saya yang sudah lama menginginkan momongan ini, mengadopsi bayi. Lika liku mendapatkan seorang bayi pun di lalui. Dan atas kuasa serta menjalankan rencana NYA, sahabat saya dipertemukan dengan seorang bayi, yang berasal dari keluarga yang kurang beruntung ( di mata manusia )
Saya yakin, ada banyak perempuan yang menjadi ibu, tanpa melalui proses hamil dan melahirkan. Dan sungguh ! mereka membuat saya mengacungkan jempol. Mereka mengajarkan tentang ' pentingnya seorang anak ', tentang 'ikhlas, penerimaan dan berjiwa besar '.
Bagi kita, yang memiliki anak melalui proses natural, adalah wajar jika pada akhirnya kita mencintai dan menyayangi anak kita. Konon, mereka ' darah daging ' kita. Tetapi bagaimana dengan sahabat perempuan yang luar biasa, seperti yang saya ceritakan di awal ?

Apakah naluri keibuan itu otomatis muncul ? apakah mereka secara spontan - otomatis - ikhlas, mau berkorban untuk anak, yang ( maaf ) tidak berasal dari rahim mereka sendiri ? 

Saya yakin, para sahabat perempuan ini...mempersiapkan mentalnya...jauh-jauh dan sangat jauh lebih sulit. Mereka belajar meredam ego, menempa diri, memaksa diri, jauh lebih hebat. Perjuangan tidak berhenti ketika Si baby sudah di gendongan. Mereka harus lebih ikhlas, berbesar hati, ketika anak yang telah dipilih, pada akhirnya ( naudzubillah ) tidak sesuai dengan yang mereka harapkan.  Belum lagi persiapan mental, karena suatu saat mereka harus menceritakan sejarah ini pada si anak. Hebatnya lagi, para sahabat kita ini, harus beradu dengan stigma masyarakat yang kadung muncul.  " Buat pancingan ya ?? " ini yang sering kita dengar bukan ? ironisnya....ada lagi kalimat jahat " lho, sudah punya pancingan kok belum hamil juga ? "
Stigma yang beredar itu, seolah sedang mempertanyakan ' naluri keibuan mereka '. Mereka akan dianggap 'gagal' jika tak juga hamil meski ' sudah punya pancingan '.  Ironis kan ?
Lagi pula, apakah mereka yang mendapatkan anak melalui proses hamil dan melahirkan, akan memiliki tingkat ' naluri keibuan ' jauh lebih dalam ? 

Banyak ahli berpendapat, naluri keibuan itu muncul begitu saja dalam diri setiap perempuan. Itulah mengapa akhirnya anak perempuan lebih tertarik pada boneka. Tetapi ada juga ahli yang menyatakan bahwa naluri keibuan itu, sesuatu yang dipelajari. Sarah Bluffer Hrdy, dari university of California, penulis buku ' Mother Nature : a history of mothers, infant and natural selection . 
Menurutnya, perempuan yang komit untuk menjadi ibu, akan melakukan  bonding dengan anaknya. baik itu anak biologis atau bukan. Inilah yang menjelaskan, mengapa ada ibu kandung yang tega membuang bayinya. Atas alasan apapun - katanya ini dilakukan demi kebaikan si bayi, mendapat orang tua yang sanggup merawat - tidak dapat dibenarkan. Karena jika begitu alasannya, bukankah ada cara yang lebih manusiawi ? Alasan intinya, menurut Sarah, tidak ada keinginan untuk menjalin bonding dengan anaknya. 

Tulisan ini saya buat, sama sekali tidak bermaksud mengerdilkan arti ibu yang menjadi ibu karena proses hamil dan melahirkan. Saya hanya ingin mengajak semuanya untuk meneladani apa yang dilakukan sahabat kita yang mendapatkan anak dengan cara istimewa itu. Mereka memaksa diri, untuk ikhlas menerima. Sempurna atau tidaknya perempuan ( meski memang tak ada yang sempurna ) , tak bisa lagi dinilai apakah ia bisa hamil atau tidak. Tetapi dinilai berdasarkan kesiapan mereka untuk berbagi kasih dengan anak. Dinilai dari cara mereka menjalani komitmen, setelah diberi anak. Tak peduli apakah anak itu berasal dari rahim kita atau bukan. Ini bentuk komitmen sakral antara seorang perempuan dengan Tuhan. 

Buat yang merasa, terima lah rasa salut saya. Anda memberikan pelajaran berharga.