Senin, 12 September 2011

BUKAN TENTANG CINTA

Wajah perempuan itu memerah, penuh amarah. Ia gigit bibirnya hingga mengeluarkan darah. Tangannya bergetar seolah sedang menahan sesuatu. Ya, ia sedang menahan sesuatu yang teramat pilu. Sesuatu yang meluluh lantakkan kepercayaannya akan janji nikah. Sesuatu yang menghancur leburkan rasa cintanya. Sesuatu yang membuat hatinya beku. Terkungkung oleh amarah sekaligus benci pada diri sendiri.
Ia terduduk di pinggir ranjang, membelakangi wajah pria yang selama ini dicintai. Pria dengan mata teduh yang menjanjikan seribu jalan damai. Tetapi nyatanya...pria itu berubah menjadi sosok setan lihai. Begitu pandai merubah rupa, merubah kata.
Perempuan itu mulai tergugu. Tangis yang tadi begitu diharapkan akan melesatkan segala sesak di dada. Lambat laun, tangis itu semakin memiliki celah, bersuara lantang dengan nada miris. Menyetop dengan paksa dengkuran lembut Sang pria.
" Ada apa, Sayang ? Kenapa menangis ? ", suara setan berbentuk pria itu masih melembut. Biasanya, dengan begitu, perempuan itu akan bertekuk lutut. Akan menidurkan kepalanya di dada, mendapati damainya. Tetapi sekarang, dengan berbekal kertas menjijikkan ditangan, siapa bisa mengusir amarah yang membara ?
" Kamu selingkuh ? ", tanyanya sambil membalikkan tubuh. Kini, wajah bengisnya menatap sadis prianya. Sang pria gelagapan. Tenggelam dalam pertanyaan besar, siapa gerangan penyebar berita. Degup jantungnya yang porak poranda, seolah menjadi menjadi jawaban atas pertanyaan perempuan di hadapannya. " Jawaab ! ", teriak histeris itu membuat Sang pria benar-benar ketakutan. Wajah perempuan yang wajahnya seringkali nampang di majalah sosialite elit itupun bagai berubah seperti wajah nenek sihir di dongeng anak.
" Kamu tau sejak awal bahwa aku peselingkuh. Kamu sendiri tau bahwa kamu bukan yang pertama. Jadi kenapa mesti marah ? " Si setan mulai memiliki jalan. Mulai bisa mencari celah untuk bersembunyi dari kesalahannya. " Apa maksud dari semua ini ? ", pertanyaan dengan nada melunak itu seakan membenarkan semua perkataan Sang pria. Perempuan cantik yang sempat menjadi sadis itu menundukkan wajahnya. Benar-benar menunduk. Sekarang, ia diserang rasa bersalah. Sekarang, seluruh sisi hatinya seakan sedang menghianatinya. Seluruh neuron di otaknya seakan sedang memvonisnya. Dasar tukang rebut suami orang ! jangan bilang bahwa kami tidak mengingatkanmu ! Mana itu cinta ? Nggak ada kan ? Mana itu janji ? makan tuh janji !
Dengan lesu, perempuan itu bangkit, membiarkan pria nya berkemas-kemas seadanya. " Keluarlah dari hidupku sekarang juga. Dan tolong, kalau jiwa pencari berita itu mencari berita, katakan bahwa kita berpisah baik-baik ". Cuma itu kalimat yang keluar dari bibir perempuan itu, sebelum akhirnya dia membenamkan diri begitu lama di bath up dengan aromatherapy yang ternyata sungguh tak ampuh melenyapkan segala gundahnya.

***
Ada yang mengangguk-angguk, sambil mengulas senyum. Rasa puas menggelayuti seluruh kisi hati. Raut wajahnya sumringah menebar senyum. Rasa sakit bertahun-tahun lamanya seolah lenyap hanya dalam sekali guyuran hujan. Rasakan, wahai perempuan cantik ! Kau tahu sekarang siapa yang menang dan siapa yang kalah.

( Bersambung besok, yeee... )