Jumat, 12 Agustus 2011

Perempuan Itu bernama, Nur


" Tadinya saya mau gugurkan kandungan ini, Bu. sudah saya minumin jamu. Tapi ndak bisa ". Kalimat pendek perempuan di hadapan saya membuat saya mengerutkan kening. Membuat derajat emosi saya naik satu level. Saya majukan tubuh condong ke depan, saya pertajam dengan tatapan sedikit menyalang ke arahnya. " Lho ? Knapa ? Kasihan, tau ! Anak itu rejeki. Itu beneran ", kata saya.
" Ya...soalnya saya kan mau berangkat ke Hongkong, Bu. Kerja lagi di sana . Saya sudah ndaptar Bu. Yang ini legal . Yang ngasih jamu untuk ngilangin bayi ini juga orang dari tempat saya ndaptar itu ". saya menelan ludah.
" Tapi bayinya gak mau ilang, Bu. Ya sudah...kata Ibu saya nanti coba ditawarkan barangkali ada yang mau ngasuh kalau saya nggak bisa membiayai ". Kerutan di dahi saya makin dalam. tanpa sadar, saya geleng-gelengkan kepala. Menggugurkan, lalu sekarang ' menyerahkan kepada mereka yang membutuhkan '. Oalaaaah....
" Ibu saya dulu juga begitu, Bu. Empat saudara saya terpaksa diberikan pada orang yang ndak bisa punya anak. wong gak ada biaya untuk makan, sekolah dan lain-lain, Bu ".
Saya hembuskan nafas, menyandarkan tubuh di kursi, dan tersenyum tipis. Sebetulnya hati saya miris mendengar cerita perempuan di hadapan saya, yang duduk di lantai sambil memberesi mainan anak saya. Perut perempuan itu membuncit, dalam kehamilan lima bulan.
Tetap memperkerjakan dia ataupun mengcut dia, bagi saya sama bersalahnya. Dia butuh biaya untuk mempersiapkan persalinan. Tetapi, mengingat beratnya menopang beban di tubuh, ada rasa bersalah juga ketika melihatnya menyapu, mengepel, menjemur pakaian yang sudah digelintir di dalam mesin, memasak...
Akhirnya, tetap saya pekerjakan dia dengan tingkat 'pengertian' yang lebih . Mengerti ketika dia ijin tidak masuk karena perutnya sakit. Mengerti ketika dia harus pulang lebih awal, mengerti ketika ia terlihat capek dan mengepel ala kadarnya.

Ketika Saya sibuk memikirkan, bulan ini belum facial...
Ketika Saya mereka-reka, tempat spa mana yang nyaman...
Ketika Saya berencana akan mencomot kerudung indah di butik yang tadi siang saya jabani...
Ketika Saya sebel karena parfum saya raib,...

Ketika itu juga, Nur...perempuan di hadapan saya ...
Takut dengan kehamilan yang tak diduganya...
Bingung dengan rencana bekerja di luar negeri harus batal
Resah dengan biaya persalinan...
Lelah membawa kesana kemari bayi dalam perut sambil terus mencari rupiah..
Sedih mengenang ' keadaan ' tak mampu ' yang sepertinya genetik

Detik berikutnya, ...
Rasa sedih, bercampur haru menyesaki tiap sel dalam hati saya.
Rasa syukur menyelinap masuk tiap himpitan neuron otak saya.
Barisan Doa, supaya Nur tetap sehat, dan melahirkan anak yang sungguh mengerti perjuangan ibunya...

Teman, bisa jadi dirimu belum pernah bertemu Nur, PRT saya yang baru...
Tapi itu bukan alasan bagi Saya, untuk tidak mengajak teman ikut mensyukuri sgala apa yang kita miliki.
Bukan alasan bagi Saya untuk tidak mengajak teman ' melek' tentang banyaknya
kehidupan sesama perempuan yang membutuhkan empati dan simpati kita...
Mumpung Ramadhan menemani hari kita...